Saturday, September 27, 2014

Penyakit : Sindroma Pasca Trombosis ( Post Thrombotic Syndrome)



Penyakit:  Sindroma Pasca Trombosis
Pendahuluan
Sindroma pasca trombosis adalah komplikasi jangka lama dari trombosis vena dalam. Biasanya kelainan ini muncul dalam 1 sampai 2 tahun sesudah serangan akut trombosis vena dalam. Sindroma ini muncul pada hampir separoh penderita trombosis vena dalam yang mendapat penanganan kurang baik.Penanganan yang tepat dari trombosis vena dalam akan mengurangi resiko penderita terkena sindroma pasca trombosis.
Sindroma ini muncul akibat hipertensi vena yang lama di tungkai. Hipertensi ini kombinasi akibat refluks karena inkompetensi dari katup vena dan obstruksi vena dalam akibat trombosis. Peningkatan tekanan vena diteruskan ke kapiler mengakibatkan terjadinya transudasi cairan dan materi berberat molekul besar keluar pembuluh darah dan mengakibatkan edema, fibrosis subkutan dan akhirnya mengakibatkan hipoksia jaringan dan ulserasi (luka).
Peningkatan level sitokin dan molekul  seperti interleukin 6 dan molekul adhesi interseluler juga berperan dalam terbentuknya sindroma pasca trombosis. Akibatnya timbul asumsi bahwa kondisi ini diakibatkan oleh proses peradangan yaitu respon peradangan dari trombosis ditambah dengan proses rekanalisasi yang terjadi pada lumen vena.
Sindroma Pasca Trombosis
Sindroma Pasca Trombosis
Sindroma Pasca trombosis



Gambaran Klinis dan Patogenesa
Kondisi ini disebut sebagai suatu sindroma karena terdiri dari sekelompok keluhan dan tanda tanda yang bervariasi pada masing masing penderita. Pasien biasanya mengeluh nyeri, bengkak, perasaan berat, pegal, gatal gatal dan kesemutan pada tungkai yang terkena.Keluhan ini bervariasi pada masing masing penderita bisa menetap atau hilang timbul. Keluhan ini bertambah jika berdiri serta berjalan lama dan akan berkurang jika penderita berbaring atau meninggikan tungkainya. Tanda tanda yang terlihat pada tungkai yang terkena adalah edema, hiperpigmentasi, teleangiektasis,varises vena kolateral ditungkai, eksim dan dalam kondisi yang lebih berat timbul lipodermatosklerosisdan luka kronik.
Penderita  trombosis vena dalam diobati dengan anti koagualan. Pengobatan ini bertujuan mencegah pembentukan trombus baru, sementara trombus yang lama akan dihancurkan oleh tubuh melalui proses fibrinolisis. Tetapi tidak semua trombus tersebut dihancurkan oleh tubuh dan sebagian masih menutupi saluran vena dalam. Selain itu ternyata trombus sendiri mencetuskan pembentukan mediator inflamasi yang akan merusak katup katup vena dalam. Akibatnya jika seseorang menderita trombosis vena dalam maka banyak yang fungsi katup venanya tidak pulih seperti semula lagi. Katup vena yang sudah rusak mengakibatkan refluks aliran vena. Refluks adalah terjadinya aliran balik vena akibat katup vena tidak mampu menahan aliran balik vena. Aliran balik vena mengakibatkan terjadinya stasis aliran vena ditungkai dan peningkatan tekanan vena ditungkai yang lebih dikenal sebagai hipertensi vena.. Pemberian trombolisis    untuk meningkatkan penghancuran trombus ternyata tidak banyak berpengaruh terhadap hemodinamik sistem vena sesudah menderita trombosis vena dalam jika dibandingkan dengan pemberian antikoagulan saja ( Wells and Foster, 2001).
Berdasarkan hal diatas maka ada dua hal penyebab terjadinya sindroma pasca trombosis yaitu:
·         Kerusakan katup akibat trombus dan akibat peradangan yang dicetuskan oleh keberadaan trombus dalam vena. Hal ini mengakibatkan refluks yang akan mengakibatkan tingginya tekanan dalam vena akibat ketidak mampuan katup vena menahan aliran balik darah.
·         Masih tertinggalnya sebagian trombus dalam pembuluh vena  mengakibatkan gangguan pada aliran balik vena.
Kedua masalah diatas mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan dalam pembuluh vena, penurunan perfusi kedalam otot dan peningkatan permeabelitas jaringan.
Pasca trombosis sindroma

Diagnosa
Tidak ada suatu standar baku untuk diagnosa masalah ini. Diagnosa ditegakkan dengan adanya keluhan dan tanda tanda seperti diatas dan dikonfirmasi pernah menderita trombosis akut vena dalam sebelumnya.
Kelainan katup pada penderita ini dapat diperiksa dengan menggunakan ultrasonografi atau pletismografi. Tetapi jika ada kelainan katup tanpa ada gambaran klinis sindroma pasca trombosis maka penderita tidak boleh didiagnosa sebagai penderita sindroma pasca trombosis, sebab banyak penderita trombosis vena dalam yang pada evaluasi ternyata menderita kelainan katup tetapi tidak berkembang menjadi sindroma pasca trombosis.
Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan refluks pada katup vena dalam, berkurangnya kemampuan kompressi dari vena, tidak ada augmentasi aliran vena pada kompressi bagian distal serta berkurang atau tidak ada sama sekali fasik dari aliran vena.
Kelemahan dari ultrasonografi adalah ketidak mampuannya mendiagnosa adanya trombus didaerah iliaka dan vena kava. Pada kondisi ini dapat dilakukan pemeriksaan venografi.
Terdapat beberapa pembagian skala klinis untuk diagnosa sindroma pasca trombosis, yang terkenal adalah Skala Villalta dan kawan kawan tahun 1994 dan metode Ginsberg dan kawan kawan tahun 2001. Tetapi masih terdapat banyak kontradiksi dalam penggunaan skala ini.
Faktor Resiko
Usia dan jenis kelamin.
Terdapat perbedaan pendapat tentang hubungan usia dengan kejadian sindroma pasca trombosis, beberapa peneliti menemukan bahwa peningkatan usia berhubungan dengan peningkatan kejadian sindroma pasca trombosis sementara peneliti lain tidak menemukan hubungan diantara keduanya.
Trombofilia
Trombofilia baik yang diturunkan maupun yang didapat akan meningkatkan kejadian tromboemboli vena dan juga meningkatkan resiko kekambuhan tromboemboli. Tetapi banyak peneliti tidak menemukan hubungan antara trombofilia dengan kejadian sindroma pasca trombosis.
Riwayat pengobatan trombosis vena dalam sebelumnya
Kahn et al 2005 menemukan bahwa tidak ada perbedaan hasil antara pasien yang diobati untuk trombosis vena dalam yang diobati dengan warfarin antara yang target International Normalised Ratio (INR) 2-3 dengan yang targetnya 1,5-1,9. Tetapi  kualitas pengobatan berpengaruh terhadap timbulnya kejadian sindroma pasca trombosis. Suatu penelitian menemukan bahwa penderita yang diobati dengan lebih 50% dari INR nya dibawah target, angka kejadian sindroma pasca trombosisnya tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan penderita yang memenuhi target INR nya. Hal ini memperlihatkan bahwa kualitas pengobatan berpengaruh terhadap kejadian sindroma pasca trombosis. Beberapa peneliti menemukan bahwa tidak ada pengaruh lama pengobatan terhadap kejadian sindroma pasca trombosis.
Trombosis vena dalam rekuren
Resiko sindroma pasca trombosis lebih besar sampai 10 kali lipat pada penderita yang menderita kekambuhan trombosis vena dalam pada sisi yang sama.sehingga salah satu cara untuk mengurangi resiko terjadinya trombosis vena dalam adalah memberikan terapi yang cukup dan jangka lama pada seorang yang sudah pernah menderita trombosis vena dalam. Cara lain adalah pemberian tromboprofilaksis untuk pencegahan trombosis vena dalam pada pasien dengan resiko tinggi.
Pencegahan
Mencegah terjadinya trombosis vena dalam pada penderita dengan resiko tinggi adalah salah satu cara untuk mencegah terjadinya sindroma pasca trombosis, masalahnya sebagian besar kejadian trombosis vena dalam tidak dapat diprediksi, sehingga pencegahan yang terbaik adalah pengobatan yang tepat dan adekuat pada penderita trombosis vena dalam sehingga resiko terjadinya sindroma pasca trombosis dapat kita kurangi.
Beberapa peneliti menemukan bahwa pemberian trombolisis akan mengurangi resiko terjadinya sindroma ini, tetapi beberapa peneliti tidak menemukan perbedaan yang bermakna antara penderita yang diberikan trombolisis dengan yang hanya diberikan antikoagulan. Yang lebih bermakna nampaknya adalah pemberian trombolisis langsung dengan kateter ketempat yang mengalami trombosis.
Stoking kompressi
Penggunaan jangka panjang stocking kompressi pada penderita trombosis vena dalam akan mengurangi resiko terjadinya sindroma pasca trombosis. Brandjes dan kawan kawan pada tahun 1997 menemukan penggunaan stocking kompressi selama dua tahun menemukan sindroma pasca trombosis menurun dari 47% menjadi 20% pada kasus ringan sampai berat dan dari 23% menjadi 11% pada kasus berat.
Stocking Kompressi

Penatalaksanaan Sindroma Pasca Trombosis
Sampai saat ini tidak ada pengobatan yang efektif untuk mengobati sindroma pasca trombosis. Terdapat beberapa obat obatan venotonik yang digunakan untuk mengobati kondisi ini.
Pada keadaan timbul ulserasi kronik, maka pengobatan yang digunakan pada saat ini adalah kombinasi stocking kompressi, elevasi tungkai dan pengobatan topikal.
Problem  pada sindroma ini adalah kondisi ini gangguan penderita dalam bersosialisasi dan juga kualitas  hidup penderita. Kondisi ini tidak bisa dianggap sebagai masalah kosmetik semata. Dari penelitian di Amerika serikat ternyata dihabiskan biaya 200 juta USD setiap tahun untuk mengobati kondisi ini. Di Amerika Serikat juga diperkirakan bahwa kondisi ini menghabiskan 2000.000 hari kerja setiap tahun bagi penderita yang menderita luka kronik tungkai. Kahn dan kawan kawan,2004 , menemukan bahwa kualitas hidup penderita yang menderita sindroma pasca trombosis lebih jelek dibandingkan dengan yang tidak terkena.
Daftar pustaka.
1.  Abu Rahma AF, Perkins SE, Wulu JT & Ng HK. Iliofemoral deep vein thrombosis : conventional theraphy versus lysis and percutaneus transluminal angioplasty and stenting. Annals of Surgery.2001;233:752-760.
2.       Bauer K. Hypercoagulable States.Hematology.2005;10: Suppl 1-39.
3.      Berqvist D, Jendteg S, Johansen L ,Persson U & Odegard K . Cost of longterm complications of deep vein thrombosis of the lower extremities: an analysis of a defined patient population in Sweden. Annals of internal medicine.1997;126:454-457.
4.    Buller HR,Agnelli G,Hull RD,Hyers TM ,Prins MH & Raskob GE. Antithrombotic therapy for venous thromboembolic disease: the seventh ACCP Conference on Antithrombotic and thrombolytic therapy.Chest.2004;126:401S-428S.
5.       Kahn Sr,Ginsberg JS. Relationship between deep vein thrombosis and the pasca thrombotic syndrome.Arch intern Med.2004;164:17-26.
6.       Van Dongen CJ, Prandoni P, Frulla M, Marchiori A, Prins MH, Hutten BA. Relation between quality of anticoagulant treatment and the development of the pasca trombotic syndrome. J Thromb Haemost.2005;3:L939-942.
7.  Pierson S, Pierson D, Swallow R, Johnson G Jr. Efficacy of graded elastic compression stockings in the lower leg. JAMA.1983;249: 242-243
8.  Kearon C, Kahn SR, Agnelli G, Goldhaber S, Raskob GE, Comerota AJ, Antithrombotic therapy for venous thromboembolic disease : American College of Chest Physicians evidence based clinical practice guidelines (8th edition). Chest.2008; 133: 454S- 545S.


No comments: