Tuesday, October 28, 2014

Phlegmasia Cerulea Dolens



Penyakit: Phlegmasia cerulea dolens
Pendahulua
Phlegmasia cerulea dolens

Phlegmasia cerulea dolens

Phlegmasia cerulea dolens

Bentuk yang sangat jarang dari trombosis vena dalam adalah phlegmasia cerulea dolens(PCD), phlegmasia cerulea alba dan venous gangren. Ketiga kondisi ini disebabkan oleh trombosis massif vena dalam dan hambatan aliran dari vena tungkai kembali ke vena kava. Kondisi ini sering muncul pada dekade kelima dan keenam. Insiden lebih tinggi pada wanita dibandingkan dengan pria.
Pada abad ke 16, Fabricus Hildanus pertama kali menggambarkan sutu kondisi klinik yang sekarang dikenal sebagai PCD.Pada tahun 1938, Gregoire membuat gambaran yang jelas tentang PCD. Pada tahun 1939, Leriche dan Geisendorf pertama kali melakukan trombektomi pada penderita PCD
Penyebab
Penyebab kondisi ini adalah trombosis vena dalam massif disertai dengan hambatan aliran balik vena tungkai kembali ke jantung. Penyebab terbanyak dari kondisi ini adalah keganasan. Keganasan ini terdapat pada 20-40% penderita dengan PCD. Penyebab lain adalah kondisi hiperkoagulabel, pembedahan, trauma, May Thurner Syndrom. Immobilisasi pada penderita ketuaan, penyakit kronis, gangguan pergerakan, kelumpuhan. Kondisi ini  juga bisa terjadi pada kehamilan trimester ketiga akibat penekanan uterus pada vena iliaka
Sekitar 10% penderita tidak diketahui penyebab phlegmasia nya
Gambaran Klinis
Pada penderita PCD, trombosis sampai ke vena vena perifer sehingga terjadi stasis aliran vena ditungkai. Kondisi ini mengakibatkan kongesti vena dengan sekuesterasi cairan sehingga terjadi edema jaringan.Sekitar 40-60% penderita thrombosis melibatkan kapiler sehingga jika terjadi kematian jaringan akan melibatkan kulit,jaringan subkutan, otot. Pada kondisi ini tekanan hidrostatik di arteri dan vena melebihi tekanan onkotik sehingga terjadi sekuesterasi cairan ke interstitium. Tekana vena akan meningkat cepat sampai 16-17 kali lipat dalam 6 jam. Sekuesterasi cairan bisa mencapai 6 sampai 10 liter pada tungkai yang terkena. Penderita dapat mengalami shock karena pergeseran cairan. Selain itu penderita juga akan menderita insufisiensi arteri yang pada ujungnya akan mengakibatkan kematian jaringan.
Gambaran klinis yang khas pada penderita adalah pembengkakan tungkai, nyeri iskemik tungkai dan perubahan warna kulit.
Pengobatan
Pengobatan konservatif meliputi elevasi tungkai, pemberian antikoagulan dan resusitasi cairan. Tujuan pemberian heparin adalah mencegah pemanjangan trombus. Heparin tidak berperan dalam penghancuran trombus.
Pengobatan lain adalah dengan pemberian thrombolysis dengan tissue plasminogen activator  (t-PA).
Pengobatan endovaskular yang sering digunakan saat ini adalah Trelli


Daftar pustaka
1.       Lorimer JW, Semelhago LC, Barber GG. Venous gangren of the extremities. Can J Surg.1994;37(5):379-84.
2.       Sarwar S, Narra S, Munir A. Phlegmasia Cerulea Dollens. Text Heart Inst J. 2009;36(1):76-7
3.       Weaver FA, Meacham PW, Adkins RB, Dean RH.Phlegmasia cerulea dolens: therapeutic considerations. South Med J 1988;81(3):306-12.

Saturday, October 25, 2014

Varises Vena dan Spider Nevi, Pengobatan dengan laser endovena



Varises Vena dan Spider Nevi, Pengobatan dengan laser endovena

Pendahuluan

Sistem vena ditungkai terbagi 3 yaitu vena luar, vena dalam dan vena penghubung. Ketiganya ini membentuk suatu sistem yang terhubung dan  membantu menghantarkan darah tungkai kembali ke jantung. Varises vena tungkai timbul jika terjadi gangguan aliran darah kembali ke jantung oleh berbagai macam sebab.
Berbeda dengan arteri yang digerakkan oleh pompa jantung, darah dalam sistem vena digerakkan oleh pompa otot dan katup yang berperan menahan aliran balik. Jika terjadi gangguan pada kedua atau salah satu hal diatas mengakibatkan darah tertahan ditungkai. Hal ini mengakibatkan vena tungkai menjadi lebar, memanjang dan berbelok belok. Kondisi ini kita kenal sebagai varises vena tungkai. Dalam kondisi yang lebih berat dapat timbul perdarahan dan luka kronis disertai perubahan warna kulit tungkai menjadi kehitam hitaman (hiperpigmentasi).


Endovenous laser
Prosedur endovenous

Pengobatan endovenous laser adalah suatu metode pengobatan minimal invasif dengan menggunakan sinar laser langsung kedalam vena dengan menggunakan serat fiber optik. Prosedur ini mengakibatkan terjadinya ablasi atau penutupan sistem vena yang patologis di tungkai. Prosedur ini dikerjakan oleh spesialis bedah vaskular dan endovaskular di rumah sakit atau bisa juga di klinik. Ini bisa dikerjakan di klinik, karena bisa dikerjakan dengan anestesi lokal dan relatif aman. Pasien bisa pulang sesudah pengobatan. Atau paling lambat sehari sesudah pengobatan. Ini adalah salah satu perbedaan utama dengan prosedur operasi biasa yang memerlukan anestesi dan pasien memerlukan rawatan beberapa hari untuk pulih kembali.
Tetapi tidak semua varises vena dapat dikerjakan prosedur laser, sering karena penderita datang dalam keadaan lanjut diperlukan kombinasi dengan metode lain seperti pengangkatan vena yang sudah trombosis dan rusak berat.
Untuk vena vena luar kecil dikulit dapat dilakukan pengobatan dengan menggunakan skin laser.
Dahulu prosedur ini hanya dikerjakan diluar negeri sehingga penderita harus pergi ke Singapore atau Malaysia, tetapi saat ini seiring dengan perkembangan kedokteran vaskular di Indonesia dapat dikerjakan di Indonesia.
Keuntungan operasi ini tanpa bekas luka, tanpa jahitan, tanpa pembiusan umum, perawatan singkat, sehari pasca operasi sudah boleh pulang.
Prosedur
Prosedur dilakukan dengan anestesi lokal dengan menggunakan metode khusus yang dikenal sebagai metode tumesensi. Anestesi lokal dicampur dengan cairan tertentu diinjeksikan disekeliling vena safena magna dengan menggunakan cara tertentu sehingga cairan anestesi akan melingkari vena. Cairan campuran anestesi yang melingkari vena berfungsi menekan vena sehingga vena akan lebih berkontak dengan serat laser dan sekalian berfungsi melindungi jaringan sekitar vena dari panas akibat sinar laser. Prosedur penyuntikan cairan anestesi lokal dikerjakan dengan menggunakan panduan ultrasound.
Dengan menggunakan jarum halus dilakukan penusukan vena safena magna disekitar lutut dan serat laser dimasukkan kedalam vena safena magna. Kemudian serat laser didorong  sampai ke pangkal vena safena magna, prosedur laser dilakukan sambil menarik serat fiber dengan menggunakan panduan ultrasonografi.
Sesudah selesai prosedur, pasien memakai stocking ketat selama 4-5 hari. Dilanjutkan dengan stocking kompresi biasa selam dua minggu
Satu sampai dua minggu dilakukan evaluasi dengan menggunakan ultrasonografi. Biasanya masih ada cabang cabang vena kecil yang terbuka. Dan untuk itu dilakukan pengobatan dengan menggunakan skleroterapi.
Sebelum laser

3 bulan sesudah laser

Indikasi
Masih banyak dokter yang beranggapan bahwa varises vena adalah masalah kosmetik. Varises vena adalah suatu peristiwa patologis terjadinya pelebaran vena yang berbelok belok akibat gangguan katup dan pompa otot. Proses ini jika dibiarkan akan berlanjut terus dan bisa menjadi lebih buruk dengan timbulnya luka kronik, kaki n]bengkak , perubahan warna kulit dan dalam kondisi tertentu dapat timbul trombosis vena dan bila lepas dapat menjadi emboli paru.
Dari berbagai penelitian ditemukan bahwa komplikasi lanjut dari varises vena tungkai mengakibatkan terganggunya kualitas hidup penderita. Dan pada akhirnya membutuhkan biaya yang besar.
Keluhan keluhan yang menyertai varises vena adalah:
·         Pegal pegal
·         Pegal
·         Perasaan berat di tungkai
·         Letih
·         Nyeri malam hari
·         Gatal gatal
·         Perdarahan spontan
Perubahan kulit
·         Eksim, hiperpigmentasi
·         Lipodermatosklerosis
·         Atrophie blanche
·         Ulserasi kronis atau yang sudah sembuh
·         Edema
·         Phlebitis superfisial
Hal yang perlu diketahui sesudah pengobatan
·         Sesudah selesai tindakan diperlukan pemakaian stocking kompressi sesuai instruksi dokter
·         Hari kedua sudah boleh bekerja seperti biasa
·         Berjalan paling sedikit 30 menit tiap hari minimal 6 minggu setelah pengobatan
·         Hindari berdiri lama
·         Sesudah operasi dapat melakukan aktifitas biasa kecuali olahraga berat
·         Mungkin masih ada nyeri beberapa hari pasca operasi dan segera hilang sesudah pemebrian anlgetika ringan
·         Stocking dilepas saat malam hari
·         Stocking kompressi digunakan minimal du minggu setelah operasi
·         Tidak ada bekas jahitan, kecuali kalau ada vena sangat lebar yang harus dibuang
·         Dilakukan pemeriksaan ulang dengan USG setelah 2 minggu, dua bulan dan lima bulan.
Komplikasi
·         Jejas atau memar dibekas operasi yang nanti akan menghilang perlahan lahan
·         Nyeri yang hilang dengan pemberian analgetik ringan
·         Infeksi sangat jarang jika dikerjakan di kamar operasi
·         Keloid
·         Perdarahan
Penutup
Prosedur ini adalah suatu prosedur yang relatif aman dengan tingkat keberhasilan tinggi . Prosedur ini sudah dapat dikerjakan di Indonesia saat ini. Penulis sendiri sudah mengerjakan prosedur ini dibeberapa RS di Jakarta.
Jika memerlukan informasi lebih lanjut dapat menghubungi
1.       patrianef@gmail.com




Thursday, October 23, 2014

Penyakit : Penyakit sumbatan arteri perifer



Penyakit arteri perifer

Pendahuluan
Penyakit sumbatan arteri perifer  adalah suatu kondisi terjadinya penyempitan pembuluh darah pada tungkai yang mengakibatkan aliran darah ke tungkai berkurang.
Penyebab kelainan ini terbanyak adalah atherosklerosis dan sebagian kecil oleh sebab lain lain seperti arteritis, aneurisma, vasculitis dan trombosis
Penyakit sumbatan arteri perifer

Patofisiologi
Penyempitan pembuluh darah mengakibatkan penurunan aliran darah pada daerah yang dialirinya, akibatnya terjadi penurunan asupan oksigen dan nutrisi serta materi lain yang seharusnya dialirkan oleh pembuluh darah ketungkai. Ketidak seimbangan diantara asupan dan kebutuhan ini mengakibatkan terjadinya nyeri, tungkai hipotrofi sampai atrofi, luka susah sembuh dan bahkan sampai terjadi kematian jaringan baik minor maupun mayor. Kematian jaringan ini dikenal sebagai gangren.
Faktor resiko
Prevalensi meningkat sesuai dengan pertambahan usia , semakin tua semakin besar resiko seseorang menderita penyakit arteri perifer. Suatu penelitian di Amerika serikat menemukan bahwa sebanyak 32 % laki laki dan 26 % perempuan dengan usia rata rata 80 tahun menderita penyakit ini.
Laki laki lebih banyak menderita kelainan ini jika dibandingkan dengan perempuan. Beberapa study menemukan bahwa laki laki dua kali lebih banyak dibandingkan perempuan.
Rokok adalah faktor resiko yang berperanan besar, resiko semakin meningkat jika penderita termasuk golongan perokok berat dan masih aktif merokok. Beberapa penelitian menemukan bahwa merokok akan meningkatkan resiko sebanyak 2,5 sampai 3 kali lipat dibandingkan orang bukan perokok.
Diabetes adalah faktor resiko yang sangat kuat untuk terjadinya penyakit arteri perifer. Pada penderita diabetes terjadi kalsifikasi pada pembuluh darah ukuran medium. Di tungkai akan terjadi kalsifikasi terutama pada arteri dibawah lutut,selain itu arteri femoralis profunda biasanya juga mengalami kalsifikasi berat. Arteri di jari jari kaki biasanya tidak terkena. Resiko penderita diabetes menderita kelainan ini adalah sekitar 3 – 4 kali lipat dibandingkan dengan bukan penderita diabetes.
Faktor resiko lain adalah hipertensi dan riwayat keluarga, hipercholesterolemia, Hiperhomosisteinemia.
Gambaran klinis
Penderita dengan penyakit sumbatan  arteri perifer mungkin datang dengan keluhan yang ringan seperti pegal pegal, nyeri dan yang berat sampai dengan keluhan luka atau kematian sebagian anggota gerak kaki. Secara sederhana penderita dengan penyakit arteri perifer berusia lebih 50 tahun akan terbagi tanpa keluhan dan gejala sebanyak 20-50%, dengan nyeri tungkai tidak khas sebanyak 40-50%, klaudikasi klasik sebanyak 10-35% dan iskemia tungkai kritis sebanyak 1-2%. Berat penyakit didasarkan pada klasifikasi yang dibuat oleh Fontaine dan Rutherford . Mereka membagi berdasarkan keluhan seperti diatas dan menambahkan dua tanda yaitu ulserasi dan gangren.
Fontaine
·         Stage I                  tanpa keluhan
·         Stage II a              klaudikasi ringan
·         Stage II b             klaudikasi ringan sampai sedang
·         Stage III                nyeri iskemik saat istirahat
·         Stage IV               dengan ulserasi atau gangren
Rutherford
·         Grade 0               kategori 0            tanpa keluhan
·         Grade 1               kategori 1            klaudikasi ringan
·         Grade 1               kategori 2            klaudikasi sedang
·         Grade 1               kategori 3            klaudikasi berat
·         Grade 2               kategori 4            nyeri iskemik saat istirahat
·         Grade 3               kategori 5            kehilangan jaringan minor
·         Grade 3               kategori 6            kehilangan jaringan mayor
Keluhan penderita ini bisa khas dengan nyeri klaudikasi atau bisa juga tidak khas. Beratnya keluhan tergantung kepada berat stenosis, sirkulasi kolateral di tungkai dan persepsi pasien terhadap nyeri. Pasien dengan klaudikasi bisa datang denmgan keluhan nyeri di bokong, panggul, paha, bisa satu atau beberapa keluhan sekaligus . Pasien dengan penyakit aortoiliak bisa datang dengan keluhan nyeri di bokong, pantat atau paha dan biasanya dengan kombinasi kelemahan di panggul atau paha saat berjalan. Penderita aortoiliak bilateral bisa juga datang dengan keluhan disfungsi ereksi.
Pendekatan diagnosa
Anamnesa yang tepat dan terarah sangat membantu diagnosa, terutama dalam mencari faktor faktor resiko dan penyakit penyakit ko morbid seperti hipertensi, diabetes,dislipidemia, status merokok serta riwayat menderita sakit serebrovaskular, penyakit jantung koroner . Daftar anamnesa berikut sangat membantu dalam menegakkan diagnosa.
·         Riwayat menderita penyakit serebrovaskular
·         Tanda tanda nyeri yang mengarah ke angina
·         Gangguan berjalan seperti keletihan, nyeri berjalan, kram, atau nyeri didaerah bokong,paha,betis atau kaki khususnya jika nyerinya berkurang jika istirahat.
·         Nyeri saat istirahat yang terlokalisir di tungkai bawah atau kaki dan dipengaruhi posisi.
·         Penyembuhan luka yang lama
·         Tanda tanda dan gejala neurologi temporer atau permanen
·         Riwayat hipertensi atau gagal ginjal
·         Disfungsi ereksi
Pemeriksaan fisik
Walaupun pemeriksaan fisik relatif kurang sensitif dan kurang spesifik, pemeriksaan yang sistematis disarankan dan minimal mencakup hal hal berikut:
·         Pemeriksaan tekanan darah pada kedua lengan dan catat jika ada perbedaan
·         Auskultasi dan palpasi daerah servikal dan supraklavikula
·         Palpasi pulsasi ekstremitas atas , tangan mesti diperiksa teliti
·         Palpasi dan auskultasi daerah abdomen termasuk daerah flank, periumbilikal dan daerah iliaka
·         Auskultasi daerah femoralis pada daerah lipat paha.
·         Palpasi daerah femoral,poplitea,dorsalis pedis, dan tibialis posterior.
·         Kaki mesti diperiksa warna, temperatur, bentuk kulit,laserasi dan lecet dikulit, dan rambut kulit yang rontok.
Ankle brachial index (ABI)
ABI adalah penanda yang kuat untuk penyakit kardiovaskular. ABI yang rendah merupakan penanda untuk atherosklerosis seperti penyakit jantung koroner dan stroke iskemik.
ABI diperiksa dengan membandingkan tekanan sistole didaerah pergelangan kaki dibandingkan dengan sistole didaerah lengan atas. Pemeriksaan dengan menggunakan doppler pada arteri tibialis posterior atau arteri dorsalis pedis dipilih yang paling tinggi dibandingkan dengan sistole pada arteri brachialis. Jika terdapat perbedaan sistole pada lenagn kiri dan kanan , maka dipilih yang tertinggi.
Jika ABI dibawah 0,9 maka penderita dianggap menderita penyakit arteri perifer. Tetapi pada penderita diabetes, sering pemeriksaan ABI tidak memberikan angka yang akurat karena arteri penderita mengalami kalsifikasi berat . Jika angka ABI penderita lebih dari 1,1 kita harus hati hati , kemungkinan angka yang tinggi akibat hal ini.
Pemeriksaan ABI

Toe Brachial Index
Toe brachial index menghasilkan pemeriksaan yang lebih akurat, karena pembuluh darah jari jari penderita biasanya bebas dari kalsifikasi. Pemeriksaan dengan membandingkan tekanan sistole di jari jari kaki dibandingkan dengan sistole pada arteri brachialis.
Kelemahan pemeriksaan ini adalah tidak semua tempat tersedia dan lebih rumit pemeriksaannya.
Pemeriksaan Non Invasif
Pemeriksaan ultrasonografi dengan B-mode serta dengan color flow dapat memberikan gambaran anatomi pembuluh darah sehingga dapat mengidentifikasi lesi pada pembuluh darah. Jika pemeriksaan digabung dengan pemeriksaan doppler waveform akan memberikan hasil yang lebih akurat. Dari pemeriksaan doppler waveform diperiksa perbandingan antara peak systolic velocity dengan mean systolic velocity. Ratio yang lebih dari dua menunjukkan kecurigaan suatu stenosis.
Pemeriksaan ini sangat tergantung kepada operator.Jika diperiksa oleh dokter yang terlatih, maka pemeriksaan ini sangat membantu dalam menegakkan diagnosa. Keterbatasan pemeriksaan ini adalah pada pembuluh darah iliaka karena kedalaman pembuluh darah dan adanya udara atau gas dalam saluran cerna yang mengganggu pemeriksaan.
Computed Tomography Angiography
Pemeriksaan ini sangat akurat. Pada satu penelitian ditemukan bahwa sensitivitasnya 90% dan spesifisitasnya 92%.
Kelemahan pemeriksaan ini adalah paparan zat kontras yang bersifat nefrotoksik dan kalsifikasi berat yang bisa mengaburkan gambaran stenosis.

Penatalaksanaan
Modifikasi faktor resiko
Ini adalah hal yang sangat penting dalam penatalaksanaan penderita. Faktor resiko diperoleh dari anamnesa yang terarah dan cermat disertai dengan pemeriksaan fisik dan penunjang yang tepat.
Penghentian merokok akan menghambat progresifitas penyakit ini dan mengurangi resiko kematian akibat masalah vaskular.Ada beberpa modalitas yang dapat digunakan seperti terapi perilaku, penggantian nikotin dengan obat obatan lain, dan pengobatan dengan bupropion dan varenicline.
Target pengurangan low density lipoprotein adalah dibawah 100 mg/dl. Penurunan yang agreve dari kadar lipid tidak hanya memperbaiki outcome, tetapi juga memperbaiki jarak tempuh bebas nyeri penderita.
Kontrol gula darah sangat besar peranannya. Kontrol gula darah yang jelek tidak hanya berpengaruh terhadap makrovaskular tetapi juga berpengaruh terhadap mikrovaskular. Dari beberapa penelitian ditemukan bahwa peningkatan 1% HbA1c akan meningkat resiko penyakit arteri perifer sebanyak 26%.
Medikamentosa
Terapi antiplatelet menurunkan resiko kematian dan pemburukan pada penderita. Aspirin adalah obat yang digunakan luas sebagai pengobatan. Dosis 80 mg sama efektif dan amannya jika dibandingkan dengan dosis 325 mg. Rekomendasi terkini menganjurkan pemberian dosis 80 mg sekali sehari. Clopidogrel juga dapat digunakan. Obat ini dalam penelitian tidak lebih inferior jika dibandingkan dengan aspirin. Obat ini dianjurkan pada penderita yang intoleran terhadap aspirin.
Pentoxifylline. Obat ini adalah yang pertama disetujui untuk pengobatan penyakit arteri perifer. Mekanisme kerjanya dengan menurunkan kekentalan darah dan meningkatkan fleksibilitas eritrosit sehingga penghantaran oksigen ke jaringan meningkat. Obat ini saat ini tidak begitu banyak digunakan.
Cilostazol. Disetujui oleh FDA pada tahun 1999. Saat ini banyak digunakan menggantikan pentoxifylline dalam pengobatan klaudikasi. Obat ini bekerja dengan cara vasodilatasi pembuluh darah, menurunkan agregasi trombosit. Pada satu penelitian ditemukan bahwa obat ini meningkatkan jarak tempuh bebas nyeri penderita penyakit arteri perifer sampai 67%.
Revaskularisasi
Terdapat dua cara revaskularisasi penderita yaitu dengan cara pembedahan terbuka dan cara endovaskular. Pilihan pengobatan tergantung kepada benberapa faktor seperti lokasi sumbatan, panjang sumbatan, tipe sumbatan, karakteristik lesi dan penyakit komorbid yang mempengaruhi resiko operasi. Hal yang juga sangat berpengaruh adalah perkiraan lama hidup penderita.
Dengan kemajuan teknologi saat ini, maka tindakan endovaskular semakin banyak digunakan dan dengan hasil yang semakin baik.
Kesimpulan
Penyakit arteri perifer adalah suatu penyakit degeneratif yang dipengaruhi oleh usia penderita. Penyakit ini tergolong penyakit kronis dan penanganannya memerlukan kerjasama berbagai disiplin ilmu agar didapat hasil yang optimal.
Pengenalan dini, perubahan perilaku, modifikasi faktor resiko, pemberian obat obatan dilakukan pada penderita dan sangat besar pengaruhnya pada penderita. Revaskularisasi dilakukan bisa dua macam yaitu pembedahan terbuka dan endovaskular, hal ini tergantung kepada beberapa hal seperti letak lesi, panjang lesi, karakter lesi, penyakit penyerta dan harapan hidup penderita.
Pembuluh darah sebelum Balloning

Sesudah balloning

Daftar pustaka
1.       InternationalWorking Group on the Diabetic Foot. International Consensus on the Diabetic Foot and Practical Guidelines on the Management and the Prevention of the Diabetic Foot. Amsterdam, the Netherlands, 2011.
2.       Apelqvist J, Larsson J. What is the most effectve way to reduce incidence of amputation in the diabetic foot. Diabetes Metab Res Rev 2000;16 (suppl 1) : S75-83.
3.       Norgren L, Hiatt WR,Dormandy JA,et al.; on behalf of the TASC II working group. Intersociety Consensus for the Management of Peripheral Arterial Disease (TASC II) . J Vasc Surg 2007;45(Suppl): S5-7  .
4.       LoGerfo FW, Coffman JD. Current concepts. Vascular and microvascular disease of the foot in diabetes. Implications for foot care. N Engl J Med 1984;311: 1615 -9.
5.       Heikkinen M, Salmenpera M, Lepantalo A, Lepantalo M. Diabetes care for patients with peripheral arterial disease. Eur J Vasc Endovasc Surg 2007;33: 583-91.
6.       Faglia E, Dalla Paola L, Clerici G, Clerissi J, Graziani L, Fusaro M,et al. Peripheral angioplasty as the first choice revascularisation procedure in diabetic patients with critical limb ischemia: prospective study of 993 consecutive patients hospitalized and followed between 1999 and 2003. Eur J Vasc Endovasc Surg 2005;29(6): 620-7.
7.       Graziani L, Piaggesi A. Indications and clinical outcomes for below knee endovascular therapy : review article. Catheter Cardiovasc Interv 2010;75(3): 433-43.